Jumat, 14 Maret 2014

Komunikasi Bisnis



Komunikasi dalam berbisnis
Etika komunikasi dalam berbisnis mencakup tatanan nilai moral dan standar-standar perilaku yang harus dihadapi oleh para pelaku bisnis sewaktu mereka membuat keputusan dan memecahkan masalah. Akan tetapi, menentukan apa yang etis atau pantas atau tidak bukanlah hal yang selalu mudah dilakukan bagi perusahaan sebagai perilaku bisnnis. Jika bersikap kurang etis dapat merusak reputasi perusahaan, oleh karena itu penting bagi perusahaan untuk menjalankan kode etik secara wajar dan konsisten.
Kode etik adalah pernyataan tertulis mengenai standar perilaku dan prinsip-prinsip etis yang diharapkan perusahaan dari karyawan.
Etika bisnis tidak terbatas hanya mengetengahkan kaidah-kaidah berbisnis yang baik (standar moral) dalam pengertian transaksi jual beli produk saja. Etika juga menyangkut kaidah yang terkait dengan hubungan manajemen dan karyawan. Apa karakteristik yang lebih rinci dari masalah deviasi etika bisnis seperti itu di dalam perusahaan? Yang paling nyata terlihat adalah terjadinya konflik atasan dan bawahan. Hal ini timbul antara lain akibat ketidakadilan dalam penilaian kinerja, manajemen karir, manajemen kompensasi, dan sistem pengawasan dan pengembangan SDM yang diskriminatif.
Semakin diskriminatif perlakuan manajemen terhadap karyawannya semakin jauh perusahaan menerapkan etika bisnis yang sebenarnya. Pada gilirannya akan menggangu proses dan kinerja bisnis perusahaan. Namun dalam prakteknya pembatasan sesuatu keputusan manajemen itu etis atau tidak selalu menjadi konflik baru. Hal ini karena lemahnya pemahaman tentang apa itu yang disebut etika bisnis, masalah etika, dan lingkup serta pendekatan pemecahannya.
Wujud dari masalah etika berkomunikasi dalam bisnis dapat dicirikan oleh adanya faktor-faktor:
(1) berkaitan dengan hati nurani, standar moral, atau nilai terdalam dari manusia,
(2) karena masalahnya rumit, maka cenderung akan timbul perbedaan persepsi tentang sesuatu yang buruk atau tidak buruk; membahagiakan atau menjengkelkan,
(3) menghadapi pilihan yang serba salah, contoh kandungan formalin dalam produk makanan; pilihannya kalau mau dapat untung maka biarkan saja tetapi harus siap dengan citra buruk atau menarik produk dari pasar namun bakal merugi, dan
(4) kemajemukan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan; misalnya apakah perusahaan perlu menggunakan teknologi padat modal namun dilakukan PHK atau padat karya tetapi proses produknya akan kurang efisien.
Berdasarkan hal itu setidaknya ada satu pertanyaan mendasar yang menggelitik pemikiran kita dan perlu dicarikan jawabannya, yaitu faktor apa yang membuat mereka melakukan berbagai bentuk pelanggaran dan penyimpangan dalam perdagangan tersebut. Atau apa penyebab para pedagang yang beragama kerap kali melanggar hal-hal yang dilarang oleh agama, seperti mengurangi timbangan, tidak fair dalam menawarkan barang dagangannya, tidak tepat janji, dan masih banyak hal yang menyebabkan citra sebagai pedagang menjadi tidak baik.
Dari hasil pengamatan dan penelitian peneliti, terdapat beberapa faktor penyebab terjadinya penyimpangan dan pelanggaran dalam perdagangan sebagai berikut:
1. Pedagang karang mengenal psikologi pembeli/konsumen, unit usahanya kecil, bahkan mungkin harus membeli barang dagangannya dengan utang, biaya tinggi.
2. Pedagang kurang mengenal atau kurang menaati tuntunan agamanya, sehingga tidak mampu bersaing dengan unit usaha yang lebih besar.
3. Rendahnya pendidikan dan pengetahuan pedagang dan konsumen.
4. Budaya dan perilaku kasar
Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas, dengan strata yang sangat bervariasi menyebabkan para produsen (pedagang) dalam melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi produk barang atau jasa dengan cara-cara yang seefektif mungkin agar dapat mencapai konsumen yang sangat majemuk tersebut.
5. Rendahnya tingkat pengawasan dan tidak tegaknya aturan hukum yang salah satunya disebabkan oleh rendahnya tingkat pengawasan dari pihak yang berwenang.
6. Persaingan pasar
Naiknya harga BBM dan belum piliknya krisis ekonomi telah berimbas kepada rendahnya daya beli masyarakat. sehingga meningkatnya persaingan pasar. Para pedagang berebut pelanggan. Kondisi itu menyebabkan pedagang berupaya menjangkau dan mencari pelanggan sebanyak mungkin, sehingga segala upaya pun ditempuh, termasuk cara-cara curang dan amoral sekalipun.
7. Tingginya tuntutan ekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar